Senin, 14 Juli 2014

Sejarah Lampu Riting atau Lampu Sein

Pada abad ke-18, kendaraan beroda masih berbentuk gerobak biasa dengan tempat duduk yang ditarik oleh kuda. Tapi menjelang peralihan abad ke-18, fungsi kuda sebagai penarik kendaraan mulai digantikan oleh tenaga uap dan bahan bakar lainnya. Adalah Nicholas Cugnot, orang inggris yang berhasil memperkenalkan
temuannya berupa kendaraan yang dapat berjalan tanpa kuda, yaitu dengan bahan bakar uap. Walaupun bentuknya masih standar, tapi kendaraan buatan Cugnot inilah yang kemudian menginspirasi para ahli untuk dapat menciptakan kendaraan-kendaraan yang lebih canggih, seperti Henry Ford dan Gottlieb Daimler.
Henry Ford dan Gottlieb Daimler berhasil menciptakan kendaraan yang disertai mesin penggerak dan mobil dengan bahan bakar bensin. Seiring penemuan-penemuan tersebut, tren penggunaan mobil pun makin merajalela. Pada awalnya hanya kalangan kaya dan kaum bangsawan yang bisa membeli kendaraan jenis ini. Tapi lama-kelamaan harga mobil ini makin turun dikarenakan produsen mobil yang makin banyak.
Hal ini di satu sisi menguntungkan banyak pihak karena sarana transportasi menjadi lebih maju dan lebih cepat. Tapi di satu sisi, jumlah mobil yang makin banyak juga menimbulkan permasalahan tersendiri, yaitu kecelakaan. Sebelum diciptakannya kendaraan bermesin seperti mobil, kendaraan yang ada hanya sebatas sepeda dan gerobak kuda, sehingga jika terjadi kecelakaan, tidak ada korban jiwa. Paling hanya memar biasa (maklum saja, kecepatan sepeda dan gerobak kuda saat itu tak lebih dari 20 km per jam). Tapi lain halnya dengan mobil bertenaga bensin yang bisa melaju sampai kecepatan 50 km per jam. Maka kemudian bisa ditebak apa yang terjadi, yaitu banyak nyawa yang melayang karena kecelakaan.
Dan sebagian besar kecelakaan yang terjadi adalah tabrakan di tikungan. Hal ini dikarenakan belum adanya alat yang bisa menandakan bahwa mobil tersebut akan belok kanan, belok kiri, ataupun lurus. Para pengendara hanya mengandalkan teriakan mereka untuk memberi tahu pada pengguna jalan lain bahwa mereka akan berbelok. Tapi itu tidak efektif, karena kesadaran para pengendara yang masih rendah dan tak mau capek-capek berteriak untuk memberitahukan pada pengguna jalan lainnya.
Oleh karena itu, kemudian diciptakan alat pemberi tanda bahwa kendaraan akan berbelok, yaitu sebuah lonceng atau peluit uap. Sekitar tahun 1920-an, pabrik-pabrik kendaraan di Jerman mulai memasang lonceng dan peluit di kendaraan produksi mereka. Lonceng ini berfungsi sebagai tanda bahwa mobil akan belok. Cara kerja lonceng atau peluit ini sangat sederhana, yaitu jika lonceng berbunyi sekali, berarti mobil akan belok ke kanan, jika berbunyi dua kali, maka kendaraan berarti akan belok kiri, jika tak ada bunyi lonceng, berarti kendaraan tidak belok (lurus). Sehingga para pengemudi tak perlu capek2 berteriak, mereka cukup menarik tali yang akan terhubung ke lonceng indikator itu tadi.
Tapi, ternyata penggunaan lonceng indikator inipun tak efektif. Hal ini dikarenakan jika aktivitas lalu lintas ramai, maka bunyi lonceng yang bersahut-sahutan justru akan membingungkan para pengguna jalan. Maka perlu dicari alat indikator lain yang lebih baik dan efektif.
Dan akhirnya pada tahun 1930 , atas saran seorang penduduk lokal Inggris, maka dibuatlah sebuah alat indikator yang berupa lampu tambahan yang dipasang persis di samping lampu penerangan utama. Indikator ini ternyata sangat efektif dan lebih mudah digunakan. Pengendara cukup menekan tombol kontak yang tersambung dengan lampu indikator. Lampu yang kemudian lebih dikenal dengan light sein ini (orang Indonesia lebih mengenalnya sebagai lampu riting) kemudian menjadi standar baru pembuatan kendaraan bermotor di seluruh dunia.

http://www.kaskus.co.id/thread/527a2a5dfdca17773d000009/sejarah-lampu-riting-atau-lampu-sein-pic

Tidak ada komentar:

Posting Komentar